PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI
MASYARAKAT
Makalah
ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sosial dasar
Disusun
oleh:
M.
kizbudin (53417413)
1IA16
FAKULTAS
TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt.dengan segala
rahmatnya sehingga saya bisa menyeesaikan makalah “Pertentangan Sosial dan
Integrasi Masyarakat”. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata
Kuliah Pengantar Pendidikan.
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat
menambah wawasan bagi pembaca agar dapat mengetahui tentang Pertentangan sosial
dan in. Makalah ini disusun oleh penulis dengan berbagai hambatan. Baik itu yang
datang dari dalam diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Jakarta, 03 Januari 2018
Penulis
M. Kizbudin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR·························································· i
DAFTAR ISI.........................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................1
1.1
Latar Belakang........................................................1
1.2
Rumusan Masalah..................................................2
1.3
Tujuan.....................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................3
2.1 Perbedaan
Kepentingan..........................................3
2.2Prasangka
dan Diskriminasi.....................................4
2.3
Ethnosentrisme.......................................................6
2.4
Pertentangan Sosial................................................7
2.5
Integrasi Sosial (Integrasi Masyarakat)...................9
2.6
Integrasi Nasional..................................................10
BAB III PENUTUP...........................................................................12
3.1
Kesimpulan..................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
tingkah laku individu satu dengan individu lain pasti berbeda. Individu
bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Tapi apabila
gagal dalam memenuhi kepentingannya akan banyak menimbulkan masalah baik bagi
dirinya maupun bagi lingkungannya. Dan suatu hal yang saling berkaitan, apabila
seorang individu mempunyai prasangka dan akan cenderung membuat sikap untuk
membeda-bedakan. Maka akan terjadi sikap bahwa kebudayaan dirinya lebih baik
daripada kebudayaan orang lain, sehingga timbullah konflik yaitu berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman atau kekerasan.
Di
dalam kelompok masyarakat Indonesia, konflik dapat disebabkan karena faktor
harga diri dan kebanggaan kelompok terusik, adanya perbedaan pendirian atau
sikap, perbedaan kebudayaan, benturan kepentingan (politik, ekonomi,
kekuasaan). Adat kebiasaan dan tradisi yang hidup dalam masyarakat merupakan
tali pengikat kesatuan perilaku di dalam masyarakat. Suatu kelompok yang ada
dalam keadaan konflik yang berlangsung lama biasanya mengalami disintegrasi.
Dan untuk menyelesaikan semua itu melalui integrasi masyarakat. Integrasi dapat
berlangsung cepat atau lambat karena dipengaruhi oleh faktor homogenitas
kelompok, besar kecilnya kelompok, mobilitas geografis, dan efektifitas
komunikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
saja yang terjadi di dalam masyarakat?
2. Mengapa
permasalahan tersebut terjadi
3. Apa
yang bisa mengendalikan sehingga masalah tersebut terselesaikan?
1.3 Tujuan
Ada
beberapa tujuan dalam penulisan Tugas Makalah ini, beberapa diantaranya adalah
:
1. Sebagai
pengisi nilai tugas dari mata pelajaran Ilmu Sosial Dasar.
2. Mengetahui
masalah apa saja yang terjadi di dalam masyarakat.
3. Mengetahui
yang melatarbelakangi permasalahan itu mucul.
4. Masyarakat
bisa menghindari terjadinya permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari
timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan
untuk memenuhi kepentinganya, yang bersifat esensial bagi kelangsungan
kehidupanya. Jika berhasil aka nada kepuasan dan sebaliknya jika gagal akan
banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya sendiri maupun lingkunganya.
Perbedaan lingkungan dan pembawaan individu akan menyebabkan perbedaan dalam kepentinganya,
yang dapat berupa:
1. Kepentingan untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5. Kepentingan untuk dibutuhkan orang lain.
6. Kepentingan untuk mendapatkan kedudukan dalam kelompoknya
7. Kepentingan untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8. Kepentingan untuk memperoleh kemerdekaan diri.
1. Kepentingan untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5. Kepentingan untuk dibutuhkan orang lain.
6. Kepentingan untuk mendapatkan kedudukan dalam kelompoknya
7. Kepentingan untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8. Kepentingan untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Cara
memandang masyarakat yang dapat menimbulkan pertentangan sosial atau konflik
dibedakan menjadi empat, yaitu tinjauan dimensi psikologis, tinjauan ideologis,
perbedan kepentingan dan pola hubungan antarkelompok.
1. Secara psikologis, pertentangan sosial dapat dikatakan sebagai refleksi dari kondisi psikis manusia dalam kerangka interaksi sosialnya. Struktur energi psikis manusia terdiri dari id, ego, dan super-ego merupakan proses dinamik individu, dimana sering terjadi pertentangan antara kebutuhan dan keinginan ego dengan norma-norma yang dipegang oleh super-ego.
2. Secara ideologis, pertentangan sosial terjadi manakala kelompok-kelompok kepentingan berhadapan dengan satu kelompok elite penentu yang berusaha untuk menegakan suatu ideologi tertentu.
3. Secara politik, perbedaan kepentingan antar kelompok dapat menimbulkan konflik, melalui dua fase yaitu :
1. Secara psikologis, pertentangan sosial dapat dikatakan sebagai refleksi dari kondisi psikis manusia dalam kerangka interaksi sosialnya. Struktur energi psikis manusia terdiri dari id, ego, dan super-ego merupakan proses dinamik individu, dimana sering terjadi pertentangan antara kebutuhan dan keinginan ego dengan norma-norma yang dipegang oleh super-ego.
2. Secara ideologis, pertentangan sosial terjadi manakala kelompok-kelompok kepentingan berhadapan dengan satu kelompok elite penentu yang berusaha untuk menegakan suatu ideologi tertentu.
3. Secara politik, perbedaan kepentingan antar kelompok dapat menimbulkan konflik, melalui dua fase yaitu :
1) Dis-organisasi
yang terjadi karena kesalah-pahaman akibat pertentangan antara harapan dengan
standar normatif yang menyebabkan sulitnya penyesuian diri suatu kelompok
dengan norma yang ada.
2) Dis-integrasi
(konflik), yaitu pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk seperti
timbulnya emosi massa yang meluap, protes, aksi mogok, pemberontakan dan
lain-lain. Lima tahapan dis-integrasi adalah sebagai berikut :
1) Ketidak-sefahaman
anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak dicapai yang semula menjadi
pegangan kelompok.
2) Norma-norma
sosial tidak membantu anggota masyarakat lagi dalam mencapai tujuan yang telah
disepakati.
3) Norma-norma
dalam kelompok dan yang telah dihayati oleh kelompok bertentangan satu dengan
yang lainya.
4) Sanksi
sudah menjadi lemah, bahkan tidak konsekkuen.
5) Tindakan
anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
4. Pola
hubungan dan cara pandang antar kelompok sosial.
2.2 Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka
dan diskriminasi mempunyai dasar pribadi yang mana setiap orang miliki. sejak
kecil unsur sikap permusuhan antar manusia sudah nampak. Melalui proses belajar
dan semakin banyaknya manusia membuat sikap mereka cenderung membeda-bedakan,
dan ini menimbulkan prasangka. Sikap adalah kecenderungan untuk berespons
(meliputi perasaan atau pandangan), baik secara positif maupun negatif,
terhadap orang, objek, atau situasi. Dalam sikap terkandung suatu penilaian
emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci, dan
sebagainya. Sikap memiliki beberapa komponen, yaitu :
1. Kognitif, artinya memiliki pengetahuan mengenai objek, terlepas pengetahuan itu benar atau salah.
2. Afektif, berarti akan selalu mempunyai evaluasi emosional mengenai objek.
3. Konatif, berarti cenderung bertingkah laku bila bertemu dengan objek.
1. Kognitif, artinya memiliki pengetahuan mengenai objek, terlepas pengetahuan itu benar atau salah.
2. Afektif, berarti akan selalu mempunyai evaluasi emosional mengenai objek.
3. Konatif, berarti cenderung bertingkah laku bila bertemu dengan objek.
Orang
yang berprasangka pasti akan bersikap diskriminatif, prasangka menunjuk pada
sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan.
Sebagian
besar prasangka bersifat apriori, tidak berdasarkan pengalaman sendiri karena
merupakan hasil peniruan pola orang lain. Prasangka bisa diartikan sebagai
suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlalu
cepat, berat sebelah dan dibarengi penyederhanaan terhadap suatu realita, jika prasangka
diserati agresivitas dan rasa permusuhan, dan tidak bisa disalurkan secara
wajar, biasanya orang akan mencari “kambing hiam” objek untuk melampiaskan
segenap frustasi dan rasa-rasa negatif, yang biasanya sasaranya adalah kelompok
sosial yang lemah, golongan minoritas atau anggota kelompok luar.
Sebab-sebab
timbulnya prasangka dan diskriminasi :
1. Pendekatan historis dengan latar belakang sejarah.
2. Didasrkan atas teori pertentangan klas, menyalahkan klas rendah yang inferior dan klas atas dianggap memiliki alas an (justification) untuk berprasangka (negative, jelek) terhadap klas rendah.
3. Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
1. Pendekatan historis dengan latar belakang sejarah.
2. Didasrkan atas teori pertentangan klas, menyalahkan klas rendah yang inferior dan klas atas dianggap memiliki alas an (justification) untuk berprasangka (negative, jelek) terhadap klas rendah.
3. Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
Penyebabnya
dibagi menjadi empat, yaitu mobilitas sosial, konflik antar kelompok, stigma
perkantoran dan sosialisasi.
4. Bersumber dari faktor kepribadian.
5. Berlatar belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama, politik, ekonomi, dan ideologi.
6. Pendekatan fenomenologis
4. Bersumber dari faktor kepribadian.
5. Berlatar belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama, politik, ekonomi, dan ideologi.
6. Pendekatan fenomenologis
Ditekankan
pada bagaimana individu memandang atau memprespsikan lingkunganya.
7. Pendekatan native.
7. Pendekatan native.
Prasangka
ini lebih menyoroti objek prasangka dan tidak menyoroti individu yang
berprasangka.
Usaha
untuk mengurangi / menghilangkan prasangka dan diskriminasi antara lain:
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi,
2. Perluasan kepentingan belajar,
3. Sikap terbuka dan lapang,
4. Mengadakan kontak di antara pihak-pihak yang berprasangka,
5. Bermain peran (role playing).
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi,
2. Perluasan kepentingan belajar,
3. Sikap terbuka dan lapang,
4. Mengadakan kontak di antara pihak-pihak yang berprasangka,
5. Bermain peran (role playing).
2.3 Ethnosentrisme
Setiap
suku bangsa atau ras tertentu memiliki ciri khas kebudayaan yang sekaligus
menjadi kebanggaannya, suku dan ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari akan
bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandung
didalamnya dan menganggap kebudayaan mereka sebagai sesuatu yang prima, riil,
logis sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala sesuatu yang dianggap
bertentangan akan dianggap tidak baik ini disebut dengan ethnosentrisme, yaitu
suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan
sendiri sebagai segala sesuatu yang terbaik. Ethnosentrisme ini dapat menjadi
penyebab utama kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
2.4 Pertentangan Sosial
Konflik (pertentangan) memiliki tiga
elemen dasar, yaitu :
1. Terdapat dua atau lebih unit yang terlibat dalam konflik.
2. Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah, nilai, sikap, maupun gagasan-gagasan.
3. Terdapat interaksi diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.
1. Terdapat dua atau lebih unit yang terlibat dalam konflik.
2. Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah, nilai, sikap, maupun gagasan-gagasan.
3. Terdapat interaksi diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.
Konflik
dapat terjadi di lingkungan yang paling kecil, yaitu individu sampai kepada
lingkungan yang luas, yaitu masyarakat. Konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dicegah timbulnya.
Konflik
tidak langsung menimbulkan ketegangan. Konflik dibagi menjadi konflik laten dan
konflik manifest.
1 1. Konflik
Laten
Yaitu
konflik yang belum diwujudkan secara terang-terangan karena pertentangan masih
dapat dirasionalkan sehingga untuk sementara harapan ego masih dapat
diendapkan.
2 2. Konflik
Manifest
Disebut
juga konflik overt, yaitu konflik yang ditunjukan secara terang-terangan ini
merupakan kelanjutan dari konflik laten yang melibatkan fungsi-fungsi afektif.
Konflik
yang menimbulkan ketegangan dibagi menjadi konflik mikro (diadik) dan konflik
makro (kolektif).
1 3. Konflik
mikro (diadik)
Adalah
konflik antar individu dan antar kelompok yang lebih banyak ditimbulkan oleh
masalah-masalah ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan dan masalah-masalah yang
menyangkut kehormatan dan eksistensi individu dan kelompok.
2 4. Konflik
makro (kolektif)
Adalah
konflik yang terjadi antar Negara bangsa dalam hubungan internasional. Ini
terjadi akibat interaksi antara berbagai kelompok besar yang berkaitan dengan
eksistensi kelompok sebagai nation states atau Negara suatu bangsa. Konflik
antar bangsa ini biasanya akan lebih cepat menimbulka ketegangan karena dapat
menimbulkan emosi massa atau publik yang terlibat.
Berbagai
bentuk konflik antara kolektivitas-kolektivitas makro antara lain adalah
aliansi atau klientasi, konflik bangsa tanpa Negara dan konflik masyarakat
majemuk.
1 1. Aliansi
dan klientasi
Bentuk
ketegangan yang disebabkan ketergantungan suatu Negara kepada Negara super
power (aliansi) yang pada umumnya berlaku di bidang ekonomi, politik dan
militer.
2 2. Konflik
bangsa tanpa Negara
Dua
bangsa dalam satu Negara yang berbeda ideologi akan cenderung tidak mengakui
ekistensi Negara yang didiaminya dan mewujudkan ketidak-pengakuan tersebut
dalam bentuk perang saudara.
3 3. Konflik
dalam masyarakat majemuk
Dalam
masyarakat majemuk sering terjadi konflik yang menyebabkan ketegangan, yang
timbul karena antarkelompok etnis saling bersaing untuk unggul dalam bidang
ekonomi dan politik.
Cara
pemecahan konflik dapat berupa :
1 1. Eliminasi,
yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat.
2 2. Dominasi,
pihak yang mempunyai kekuatan terbesar memaksa pihak lainya untuk menaatinya.
3 3. Suara
terbanyak yang di dapat dari voting tanpa memperhatikan argumentasi.
4 4. Konsen
minoritas, kelompok mayoritas yang menang namun kelompok minoritas tidak merasa
dikalahkan.
5 5. Kompromi,
semua pihak berusaha mencari jalan tengah.
6 6. Integrasi,
pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, di timbang dan ditelaah
kembali sampai di capai keputusan yang memuaskan semua pihak.
2.5 Integrasi Sosial (Integrasi Masyarakat)
Integrasi
adalah suatu proses dan hasil kehidupan sosial dan merupakan alat yang bertujuan
untuk mengadakan suatu keadaan kebudayaan yang homogen. Integrasi sosial
(Integrasi Masyarakat) diartikan adanya kerjasama dari seluruh angota
masyarakat.
Integrasi
sebagai suatu proses membutuhkan waktu yang relatif lama karena pada prinsipnya
integrasi merupakan bentuk penunjukan sikap terhadap suatu keadaan. Integrasi
adalah proses mental dalam pembentukan atau penentuan sikap dimana seseorang
akan mengikuti tahapan aspek-aspek sikap yaitu :
1. Aspek
Kognitif
Yaitu sikap yang berhubungan
dengan gejala mengenal alam pikiran yang berwujud pengolahan, pengalaman dan
keyakinan serta harapan-harapan individu tentang kelompok obyek tertentu.
2. Aspek
Afektif
Berwujud proses yang
menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti simpati, antipasti, takut, benci,
dan sebagainya yang ditujukan pada objek tertentu.
3. Aspek
Konatif
Yang berwujud kecenderungan untuk
berbuat sesuatu terhadap objek.
Sehubungan
dengan proses dan aspek mental tersebut maka dalam rangka integrasi dibutuhkan
pemahaman dan penghayatan mewarnai pola pikir dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Proses
sosialisasi sebagai penunjang proses integrasi merupakan proses aktif untuk
mempelajari nilai-nilai, mengadakan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan
serta menimba pengalaman mental . integrasi sebagai proses pasif berusaha
menyerap individu-individu dalam satu kelompok sebagai hasil atau tepatnya
akibat dari proses sosialisasi tersebut. Langkah pertama menuju integrasi yang
dihasilkan oleh sosialisasi adalah adanya kesediaan untuk bekerja sama untuk
kepentingan yang sama, dan langkah selanjutnya adalah kesediaan bekerja sama
untuk tujuan bersama.
2.6 Integrasi
Nasional
Integrasi
nasional merupakan masalah yang dialami oleh semua negara yang ada di dunia.
Yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapi. Bebrapa permasalahan
integrasi nasional antara lain :
1. Adanya
cara pandang yang berbeda tentang pola laku duniawi dan cara untuk mencapai
tujuan, yang bersumber dari perbedaan ideologi karena perbedaan falsafah hidup.
2. Kondisi
masyarakat yang majemuk
3. Masalah
territorial daerah yang seringkali berjarak cukup jauh.
4. Kehidupan
dan pertumbuhan partai politik. Indikator pertentangan politik di Indonesia
misalnya terjadinya demonstrasi, kerusuhan, serangan bersenjata, meningkatnya
angka kematian akibat kekerasan politik, pemindahan kekuasaan eksekutif yang
bersifat ir-reguler,
Untuk
memperkecil dan kalau mungkin menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu antara
lain diupayakan dengan cara :
1. Mempertebal
keyakinan seluruh warga Negara yang terdiri dari berbagai golongan terhadap
ideology nasional
2. Berusaha
membuka isolasi antar berbagai kelompok, etnis antar daerah / pulau dengan
pembangunan sarana komunikasi, infrastruktur, dan transportasi.
3. Menggali
kebudayaan daerah untuk dijadikan kebudayaan nasional dan membina penggunaan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Membentuk
jaringan asimilasi bagi berbagai kelompok etnis baik pribumi maupun keturunan
asing, antara lain dengan transmigrasi, mutasi karyawan lintas dinas dan
lain-lain.
5. Melalui
jalur-jalur formal seperti pendidikan perundang-undangan yang berlaku bagi
seluruh warga Negara.
Integrasi
nasional sebagai suatu cita-cita nasional maupun cita-cita Negara dapat
terwujud atau paling tidak menekan kemungkinan permasalahan yang timbul dengan
berbagai usaha yang mendukung potensi masyarakat untuk berintegrasi sendiri
secara alamiah dengan system cross cutting affiliation dan dengan memperkuat kedudukan
ideologi nasional sebagai hasil galian dari akar budaya masyarakat yang
heterogen yang mampu mengkristalisasikan nilai-nilai budaya yang memiliki kandungan
makna universal, yang mampu memberikan harapan pada berbagai kelompok yang ada,
ideologi tersebut harus fleksibel dalam arti mampu menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan masyarakat serta mampu mempengaruhi masyarakat dalam segala
kegiatanya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertentangan
sosial ataupun konflik adalah salah satu konsekuensi dari adanya
perbedaan-perbedaan dan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
di dalam masyarakat misalnya peluang hidup, gengsi, hak istimewa, dan gaya
hidup.
Etnosentrisme merupakan sikap untuk menilai
unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan menggunakan ukuran-ukuran kebudayaan
sendiri. Dan diajarkan kepada anggota kelompok secara sadar atau tidak,
bersama-sama dengan nilai kebudayaan.
Integrasi
Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat
menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat
kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
Setiap
tingkah laku individu satu dengan individu lain pasti berbeda. Individu bertingkah
laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Tapi apabila gagal
dalam memenuhi kepentingannya akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya
maupun bagi lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Hanafie,
Sri Rahaju Rita. 2016. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: CV Andi Offset.
0 comments:
Post a Comment