AGAMA
DAN MASYARAKAT
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah sosial dasar
Disusun
oleh:
M.
Kizbudin (53417413)
1IA16
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt.dengan segala
rahmatnya sehingga saya bisa menyeesaikan makalah “Agama dan Masyarakat”.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar
Pendidikan.
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat
menambah wawasan bagi pembaca agar dapat mengetahui tentang Agama dan
Masyarakat. Makalah ini disusun oleh penulis dengan berbagai hambatan. Baik itu
yang datang dari dalam diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 03 Januari 2018
Penulis
M. Kizbudin
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR········································································ i
DAFTAR ISI···················································································· ii
BAB I PENDAHULUAN··································································· 1
1.1
Latar Belakang································································· 1
1.2
Rumusan Masalah··························································· 2
1.3
Tujuan············································································ 2
BAB II PEMBAHASAN···································································· 3
2.1
Pengertian Agama dan Masyarakat···································· 3
2.2 Fungsi Agama································································· 4
2.3 Masyarakat-Masyarakat
Industri Sekular····························· 5
2.4 Pelembagaan Agama······················································· 6
BAB III PENUTUP·········································································· 9
3.1 Kesimpulan····································································· 9
DAFTAR PUSTAKA······································································ 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kaitan agama dengan masyarakat
banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan
figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti
dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan
religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para
tasawuf. Bukti diatas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari
makna hidup yang final. Kemudian pada urutannya agama yang diyakininya
merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosial dan kembali
kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, dimana pengalaman keagamaan
akan terefleksikan pada tingkatan sosial, dan individu dengan masyarakat
seharusnya tidak bersifat antagonis.
Membicarakan
peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu
hubungannya erat, memiliki aspek-aspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari
cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan
grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara
semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi
dan fungsi lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud
kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti
mencakup perilaku sebagai pegangan individu dengan kepercayaan dan taat kepada
agamanya. Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti
adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, ritual, serta umat atau
kesatuan sosial yang terkait agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula
diwujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasi
manusianya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan ketentuan yang berlaku
umum, seperti banyaknya pendapat agama tentang kehidupan dunia seperti masalah
keluarga, bernegara, konsumsi, produksi, hari libur, prinsip waris, dan
sebagainya.
Kebutuhan
dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaam berbeda-beda. Karena itu
kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis
kebutuhan keagamaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian agama dan masyarakat ?
2. Bagaimana
fungsi agama sebagai aspek penting nilai, kebudayaan,sosial kelembagaan
agamadalam masyarakat?
1.3 Tujuan
Ada beberapa tujuan dalam penulisan
Tugas Makalah ini, beberapa diantaranya adalah :
1. Sebagai
pengisi nilai tugas dari mata pelajaran Ilmu Sosial Dasar.
2. Makalah
ini berguna untuk memberikan pengetahuan tentang Agama dan Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agama dan Masyarakat
Agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama
di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Masyarakat
sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar
dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut
Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah
masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama.
Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka
berdasarkan kemaslahatan.
2.2 Fungsi Agama
Ada aspek penting yang selalu
dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek
tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadi yang pengaruhnya dapat
diamati dalam perilaku manusia.
Teori fungsionalisme melihat agama
sebagai penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial,
perasaan agama, dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai
duniawi. Tetapi tidak menguntik hakikat apa yang ada diluar atau referensi
transcendental (istilah Talcott Parsons).
Sumbangan agama terhadap
pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian diantara kebutuhan masyarakat.
Sebagai contoh ialah dalam system kredit(masalah ekonomi), dimana sirkulasi
sumber kebudayaan dari suatu system ekonomi bergantung pada, apakah manusia
satu sama lain dapat saling menaruh kepercayaan, bahwa mereka akan memenuhi
kewajiban bersama dibidang keungan (janji sosial mereka untuk membayar). Dalam
hal ini agama membantu mendorong terciptanya
persetujuan dan kewajiban sosial, dan memberikan kekuatan memaksa
memperkuat atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan
nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya
pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi
sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumanya
bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama dibidang sosial adalah
fungsi penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial
yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi
individu ialah individu, pada saat ia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu
system nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya
dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadianya.
Masalah fungsionalisme agama dapat
dianalisis lebih mudah pada komitmen
agama. Dimensi komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984),
diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan
konsekuensi.
a 1) Dimensi
keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu.
b 2) Praktek
agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secara nyata.
c 3) Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, maupun
berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.
d 4) Dimensi
pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap
religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
5 5) Dimensi
konsekuensi dan komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perorangan dan
pembentukan citra pribadinya.
2.3 Masyarakat-masyarakat Industri Sekular
Pada umumnya kecenderungan
sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan
pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan
bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Pernyataan diatas menimbulkan
pertanyaan, apakah masyarakat sekular akan mampu secara efektif mempertahankan
ketertiban umum tanpa kekerasaninstitusional apabila pengaruh agama telah
semakin berkurang, barangkali agama akan bereaksi terhadap institusionalisme,
impersionalitas, dan birokrasi masyarakat modern yang semakin bertambah, akan
tetapi bukan agama yang menerima nilai-nilai institusionalisme baru, melainkan
agama yang bersifat aliran-aliran.
2.4 Pelembagaan Agama
Dimensi keyakinan, praktek,
pengalaman, dan pengetahuan dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis,
namun hubungan-hubungan antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data
empiris.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh
(Elizabeth K. Nottingham, 1954).
a. Masyarakakat
yang terbelakang dan nilai-nilai Sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup kedalam kelompok aktivitas yang
lain, sifat-sifatnya :
1) Agama
memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam system nilai masyarakat secara
mutlak.
2) Dalam
keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas
menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara
keseluruhan.
b. Masyarakat-masyarakat
Praindustri yang sedang Berkembang.
Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan
berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis, dan tentu
kurang baik, karena dalam tingkah laku unsur rasional akan lebih banyak, dan
bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan diluar
jangkauan manusia (transendental). Seperangkat simbol dan keyakinan yang kuat,
hal ini nampaknya keliru.
Bila
sifat rasional penuh dalam membahas agama yang ada pada manusia, maka berarti
bersifat non-agama, karena itu pendekatan dalam memandang agama hanya sebagai
suatu gejala (fenomena) atau kejadian. Ilmuwan yang menganut pandangan ini,
juga akhirnya kecewa mengetahui adanya manusia dengan sifat non-rasional mutlak
atau terus-menerus rasional nonrasional. Akhirnya ilmuwan akan kembali pada interpretasi
biologis, yang menganggap bahwa agama adalah ungkapan perasaan yang bersifat
naluri (instink), sebenarnya pandangan ini sama kelirunya karena tingkah laku
agama (menurut penganut pada agama ini) sifatnya tidak rasional, dan kesimpulanya
harus berdasarkan naluri. Justru sebenarnya tingkah laku agama yang sifatnya
tidak rasional ini memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Organisasi
keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh
kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah,
sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang
menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran
telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah.
Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari
kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi
’anil munkar)
Dari
contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola
ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau
organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual,
tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya
organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman
beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi,
fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan
fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi
keagamaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada
pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti
di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup
yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya
merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan
kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman
keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan
masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
DAFTAR PUSTAKA
- Neltje
F.Katuuk, Harwantiyoko. 1996. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Penerbit
Gunadarma
0 comments:
Post a Comment